Nuqtoh.or.id, Sukabumi, 07 Agustus 2025 -Pada peringatan 80 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, bangsa ini mengenang bukan hanya perjuangan fisik para pahlawan, tetapi juga kontribusi ulama-ulama kharismatik yang berjasa membangun bangsa melalui ilmu, akhlak, dan dakwah yang menyejukkan. Di antaranya adalah sosok Almaghfurlah Aa KH. Asep Saeful Alam, pendiri Pondok Pesantren Nurul Huda Cibolang Kidul, Cisaat, Sukabumi, yang wafat pada 18 Februari 2011 / 15 Rabi’ul Awwal 1432 H.
Merdeka dalam Perspektif Al-Qur’an

Sebagai ulama tafsir, KH. Asep selalu menempatkan Al-Qur’an sebagai pusat orientasi perjuangan. Bagi beliau, kemerdekaan sejati adalah membebaskan diri dari segala bentuk perbudakan hati dan akal — bukan hanya penjajahan kolonial, tetapi juga penjajahan terhadap nilai, akhlak, dan iman.
Dalam salah satu pengajian tafsirnya pada peringatan 17 Agustus tahun 2004, beliau menyampaikan:
“Kemerdekaan itu bukan sekadar bebas dari Belanda, tapi bebas dari kemunafikan, keserakahan, dan lalai dari Allah. Kalau masih takut kepada selain Allah, kita belum benar-benar merdeka.”
Pesantren sebagai Lumbung Kemerdekaan Jiwa
Aa KH. Asep memaknai pesantren sebagai lumbung peradaban. Beliau merintis Pondok Pesantren Nurul Huda dari bawah, dengan semangat yang ikhlas dan jauh dari hiruk pikuk duniawi. Dalam bangunan sederhana, lahirlah kader-kader umat yang hari ini menyebar menjadi guru, dai, ulama, bahkan penggerak sosial di berbagai daerah.
Bagi beliau, santri adalah prajurit ruhani, dan ilmu adalah senjatanya. Maka, mengajarkan tafsir bukan hanya untuk memperkaya ilmu, tetapi untuk menguatkan identitas dan kemandirian umat Islam dalam berbangsa dan bernegara.
“Santri itu bukan hanya pintar, tapi harus tahu kemana arah hidupnya. Bangsa ini butuh santri yang tidak hanya membaca ayat, tapi juga membaca zaman,” pesan beliau dalam Pengajian di Pesantren.
Nasionalisme yang Terpatri dalam Adab
Meskipun KH. Asep dikenal sebagai pribadi yang sangat sederhana dan lebih memilih diam dalam kedamaian, kecintaannya pada tanah air sangat terasa dalam tutur dan pengabdiannya. Ia tidak mengibarkan bendera di panggung besar, tapi ia menanamkan cinta tanah air di hati santri lewat disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian sosial.
Dalam kenangan para muridnya, beliau adalah sosok yang mengajarkan bahwa mencintai negeri ini adalah bagian dari amanah keimanan, sebagaimana dijelaskan dalam prinsip ḥubb al-waṭan min al-īmān.
“Kemerdekaan itu amanah. Maka jangan lukai kemerdekaan dengan kemalasan dan kebodohan,” begitu dawuh beliau di pengajian Subuh Tafsir Jalalain tahun 2009.
Warisan Keilmuan yang Terus Hidu
Meski telah wafat pada 18 Februari 2011 / 15 Rabi’ul Awwal 1432 H, ilmu dan warisan ruhani KH. Asep Saeful Alam tidak pernah padam. Setiap ayat yang ditafsirkan, setiap santri yang dibimbing, dan setiap nilai yang diajarkan—semua itu adalah bagian dari napas panjang perjuangan kemerdekaan, yang terus diwariskan hingga kini.
—
Profil Singkat Almaghfurlah Aa KH. Asep Saeful Alam
- Nama lengkap: KH. Asep Saeful Alam
- Julukan : Aa KH. Asep
- Wafat: 18 Februari 2011 / 15 Rabi’ul Awwal 1432 H
- Dikenal sebagai: Ulama ahli tafsir Al-Qur’an
- Pondok: Pendiri Pondok Pesantren Nurul Huda, Cibolang Kidul, Cisaat, Sukabumi
- Ciri khas dakwah: Sejuk, mendalam, berakar pada Al-Qur’an dan akhlak
- Warisan: Santri-santri dan pesantren yang terus hidup dengan ruh perjuangan
____
Penulis : Moch Fahmi Amiruddin










