Menu

Mode Gelap
Santri Sabiilunnaja dan KBNU Meriahkan Upacara Hari Santri Nasional 2025 di Lapangan Kecamatan Cipeundeuy KH. Agus Yudhi Mubarak : Santri Harus Kokoh dan Solid untuk Agama dan Bangsa GP Ansor Bandung Barat dan BPBD Akan Gelar Lokakarya Santri Siaga Bencana GP Ansor Kabupaten Bandung Barat Gelar Safari Religi Bersama Coklat Kita: Santri Riding dan Ziarah Kubro Warnai Hari Santri 2025 Yayasan Singer Tengah Gelar Pendidikan Politik dan Bela Negara, Dorong Pemuda Cinta Tanah Air Dari Sukabumi, Suara untuk Pesantren: GP Ansor Minta Media Hargai Warisan Moral Bangsa “Pesantren Bukan Bahan Lelucon, Tapi Benteng Moral Bangsa”

Artikel

KRITIK ADALAH CINTA, BUKAN DOSA

badge-check


					KRITIK ADALAH CINTA, BUKAN DOSA Perbesar

Oleh: Muhamad Sa’dan

Ketidakadilan di mana pun adalah ancaman bagi keadilan di mana pun, Kritik bukanlah pisau yang melukai, melainkan cahaya yang menyingkap gelap. Ia lahir dari keresahan, dari cinta yang tak ingin bangsa ini berjalan ke jurang kebinasaan. Justru karena cinta itulah, rakyat berani menyuarakan luka. Sebab diam hanya akan melahirkan generasi yang terbiasa tunduk, terbiasa pasrah, terbiasa mati perlahan di bawah beban ketidakadilan.

Namun di negeri ini, kritik kerap dianggap dosa. Mereka yang berteriak menuntut kebenaran dicap pengkhianat. Mereka yang menulis keresahan dituduh penyebar kebencian. Padahal, seperti kata Soren Kierkegaard “Kebebasan bukanlah kebebasan untuk berbohong, melainkan kebebasan untuk mengatakan kebenaran.” Apa jadinya sebuah bangsa jika kebenaran justru dibungkam?

Kritik adalah nyanyian jiwa yang menolak tunduk pada kepalsuan. Ia adalah jeritan dari hati yang patah melihat rakyat miskin terus diperas, sementara istana dipenuhi pesta dan kemewahan. Ia adalah air mata seorang ibu yang tak mampu membayar sekolah anaknya, sekaligus teriakan mahasiswa yang tak rela masa depan bangsanya dijual murah oleh segelintir penguasa.

“Beranilah menggunakan pikiranmu sendiri.” Immanuel Kant pernah menulis begitu. Dan bukankah kritik adalah wujud keberanian akal yang menolak diperbudak? Mereka yang berani mengkritik sesungguhnya bukan ingin merusak, melainkan ingin menjaga agar bangsa ini tetap waras, tetap jujur pada luka yang ada.

Cinta pada negeri bukanlah diam, bukan sekadar menyanyi lagu kebangsaan dengan dada membusung, bukan hanya berdiri tegak di depan bendera. Cinta pada negeri adalah keberanian menegur, keberanian menuntut, keberanian mengatakan bahwa ketika ada yang salah, dan kita harus memperbaikinya. Karena seperti kata Plato “Diam terhadap kejahatan sama saja dengan ikut serta di dalamnya.”

Maka, jangan salah pahami. Kritik bukanlah racun, melainkan obat pahit yang menyembuhkan. Kritik bukanlah dosa, melainkan doa agar negeri ini selamat. Kritik adalah cinta cinta yang tak ingin bangsa ini tumbang hanya karena terlalu sibuk memuji diri sendiri.

Wallahua’lam bissowab

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Santri Sabiilunnaja dan KBNU Meriahkan Upacara Hari Santri Nasional 2025 di Lapangan Kecamatan Cipeundeuy

22 Oktober 2025 - 05:52 WIB

KH. Agus Yudhi Mubarak : Santri Harus Kokoh dan Solid untuk Agama dan Bangsa

22 Oktober 2025 - 03:07 WIB

Yayasan Singer Tengah Gelar Pendidikan Politik dan Bela Negara, Dorong Pemuda Cinta Tanah Air

15 Oktober 2025 - 10:30 WIB

SPPG Nagrak Balekambang 2 Salurkan 2.799 Porsi Makanan Bergizi Gratis untuk Anak sekolah di Sukabumi

15 September 2025 - 05:04 WIB

Pemdes Ciharashas Tingkatkan Akses Hukum Masyarakat Lewat Kolaborasi dengan LBH Ansor Bandung Barat

11 September 2025 - 08:02 WIB

Trending di Artikel