Menu

Mode Gelap
Santri Sabiilunnaja dan KBNU Meriahkan Upacara Hari Santri Nasional 2025 di Lapangan Kecamatan Cipeundeuy KH. Agus Yudhi Mubarak : Santri Harus Kokoh dan Solid untuk Agama dan Bangsa GP Ansor Bandung Barat dan BPBD Akan Gelar Lokakarya Santri Siaga Bencana GP Ansor Kabupaten Bandung Barat Gelar Safari Religi Bersama Coklat Kita: Santri Riding dan Ziarah Kubro Warnai Hari Santri 2025 Yayasan Singer Tengah Gelar Pendidikan Politik dan Bela Negara, Dorong Pemuda Cinta Tanah Air Dari Sukabumi, Suara untuk Pesantren: GP Ansor Minta Media Hargai Warisan Moral Bangsa “Pesantren Bukan Bahan Lelucon, Tapi Benteng Moral Bangsa”

Artikel

Menyalakan Obor Organisasi: Menempa Daya Kritis di Luar Ruang Kelas

badge-check


					Photo Istimewa dari Dr. (C) Fazar Rifqi As Sidik, M.Pd. Dosen Perbesar

Photo Istimewa dari Dr. (C) Fazar Rifqi As Sidik, M.Pd. Dosen

Kampus adalah dermaga, sebagian mahasiswa hanya singgah sebentar, sekadar menambatkan perahu lalu berlayar lagi tanpa bekal pengetahuan yang memadai. Tetapi ada pula yang menjadikannya samudra—mengayuh jauh, menantang ombak, dan menemukan pulau-pulau hikmah yang tak tertulis di silabus.

Jika engkau hanya duduk manis di kelas, mencatat seperlunya, dan pulang dengan selimut malas, maka kelak engkau hanya pulang membawa selembar ijazah. Dunia tidak menunggu gelarmu, dunia menunggu keberanianmu. Dan keberanian itu tumbuh di luar jam kuliah—di ruang diskusi yang riuh, di rapat organisasi yang melelahkan, di jalanan yang berdebu saat idealisme diuji.

Saya teringat pesan Pramoedya Ananta Toer: “Didiklah rakyat dengan organisasi, dan didiklah diri dalam perlawanan.” Kutipan ini bukan sekadar seruan, tetapi arah mata angin pendidikan tinggi. Mahasiswa yang tangguh secara akademik akan menjadi matang bila ditempa dalam organisasi, karena di sanalah mereka belajar mengelola konflik, menyusun strategi, membangun jejaring, dan mengambil keputusan. Kampus mengajarkan teori, tapi organisasi mengajarkan realitas yang tak tertulis di buku ajar. Seperti pepatah Arab, “Ilmu tanpa amal bagaikan pohon tanpa buah.” Pengetahuan yang tak pernah diujikan di kehidupan nyata hanya akan menjadi debu di rak perpustakaan.

Hasyim Asy’ari pernah mengingatkan bahwa menuntut ilmu adalah perjalanan yang harus disertai adab dan perjuangan. Dalam organisasi, mahasiswa belajar menghormati proses, menghargai perbedaan, dan memahami bahwa kepemimpinan adalah amanah, bukan sekadar titel. Buya Hamka pun berkata, “Kalau hidup sekadar hidup, babi di hutan pun hidup. Kalau bekerja sekadar bekerja, kera pun bekerja.” Maka menjadi mahasiswa tak cukup hanya datang, duduk, dan pulang. Ia adalah perjalanan untuk menemukan makna.

Di tengah tuntutan akademik yang menjerat, saya melihat mahasiswa yang berani memikul beban ganda: menuntaskan skripsi sambil memimpin aksi, mengerjakan tugas sambil mengelola gerakan sosial, belajar untuk ujian sambil mengajar anak-anak di desa. Mereka membuktikan bahwa ruang kuliah hanyalah satu sisi dari pendidikan. Tan Malaka pernah berkata, berpikir kritis memerlukan keberanian untuk meragukan, bahkan menentang, bila kenyataan tak selaras dengan kebenaran. Sikap seperti inilah yang perlu dijaga agar kampus tidak menjadi ruang sunyi yang membungkam pikiran.

Tugas kita sebagai pendidik bukan sekadar mengisi kepala mahasiswa, melainkan menyalakan obor di tangannya agar ia mampu menapaki jalan yang gelap, berliku, bahkan penuh jebakan. Paulo Freire mengingatkan, “Pendidikan sejati adalah praksis: refleksi dan aksi yang mengubah dunia.” Kampus yang mematikan daya kritis berarti sedang memadamkan api peradaban. Memberi ruang bagi suara yang berbeda adalah pupuk bagi akal sehat.

Maka, kepada para mahasiswa baru yang sebentar lagi menginjakkan kaki di gerbang kampus: jangan hanya menjadi penonton dalam panggung sejarah. Jangan puas menjadi penampung informasi; jadilah pengolah gagasan. Temukan ruang untuk mengasah logika, menajamkan empati, dan melatih kepemimpinan. Bergabunglah dengan organisasi, susunlah rencana, jatuhlah dan bangkitlah. Jadikan masa kuliah bukan sekadar transit, tapi perjalanan penuh cahaya. Sebab dunia tidak menunggu ijazahmu—dunia menunggu obor di tanganmu.

Penulis:

Fazar Rifqi As Sidik, M.Pd

Mantan Aktivis Kampus kini bertransformasi sebagai Dosen Muda di UIN Sunan Gunung Djati Bandung & STIT Az Zahra Tasikmalaya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar

semua sudah ditampilkan
Baca Lainnya

Santri Sabiilunnaja dan KBNU Meriahkan Upacara Hari Santri Nasional 2025 di Lapangan Kecamatan Cipeundeuy

22 Oktober 2025 - 05:52 WIB

KH. Agus Yudhi Mubarak : Santri Harus Kokoh dan Solid untuk Agama dan Bangsa

22 Oktober 2025 - 03:07 WIB

Yayasan Singer Tengah Gelar Pendidikan Politik dan Bela Negara, Dorong Pemuda Cinta Tanah Air

15 Oktober 2025 - 10:30 WIB

SPPG Nagrak Balekambang 2 Salurkan 2.799 Porsi Makanan Bergizi Gratis untuk Anak sekolah di Sukabumi

15 September 2025 - 05:04 WIB

Pemdes Ciharashas Tingkatkan Akses Hukum Masyarakat Lewat Kolaborasi dengan LBH Ansor Bandung Barat

11 September 2025 - 08:02 WIB

Trending di Artikel