Nuqtoh.or.id, Sukabumi, 17 Agustus 2025 — Suasana pagi di Lapang Utama Pondok Pesantren Nurul Huda Yaspin, Cibolang Kidul, Cisaat, Sukabumi, berubah menjadi lautan semangat merah putih. Dalam balutan kabut tipis dan denting takbir, ratusan santri, dewan guru, dan alumni, larut dalam momen sakral memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 Kemerdekaan Republik Indonesia.
Tepat pukul 08.00 WIB, prosesi Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih dimulai dengan penuh kekhidmatan. Bertindak sebagai Inspektur Upacara, Drs. KH. Abdul Aziz sebagai Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Huda memimpin jalannya upacara dengan wibawa dan keteduhan khas seorang ulama kharismatik. Dalam amanatnya, beliau mengingatkan para santri dan generasi muda akan pentingnya menghargai perjuangan para pahlawan dan mengisi kemerdekaan dengan ilmu, akhlak, dan kontribusi nyata untuk bangsa.

“Kemerdekaan ini bukan hadiah, tapi hasil darah dan air mata. Tugas kita hari ini bukan hanya mengenangnya, tetapi meneruskannya. Bukan dengan senjata, tetapi dengan ilmu, iman, dan semangat untuk menjadi penerang di tengah zaman,” ujar KH. Abdul Aziz dengan suara bergetar, yang disambut takbir dan tepuk tangan haru dari peserta upacara.
Salah satu momen paling menggetarkan adalah ketika Teks Proklamasi Kemerdekaan dibacakan dengan penuh penghayatan oleh Dr. KH. Zaini Maki, M.Pd., sosok pendidik sekaligus Pimpinan Pondok Pesantren Takhassus Tahfidz Al-Qur’an Nurul Huda yang dihormati di lingkungan pesantren. Suaranya menggema di antara dinding-dinding pesantren, seolah membangkitkan kembali semangat 17 Agustus 1945.
Prosesi pengibaran Sang Saka Merah Putih dilakukan oleh pasukan pengibar bendera pilihan yang tampil dengan sarung motif Merah Putih dari Behaestex, sponsor resmi upacara tahun ini. Sarung tersebut bukan hanya simbol identitas budaya dan nasionalisme, tetapi juga menjadi bentuk kolaborasi antara produk lokal dengan lembaga pendidikan pesantren dalam menanamkan semangat kebangsaan.
“Sarung bukan hanya kain. Di pesantren, sarung adalah saksi perjuangan para kiai, alat sujud para santri, dan kini menjadi simbol cinta tanah air,” ucap salah satu santri pengibar bendera dengan mata berkaca-kaca.
Upacara berlangsung dengan tertib dan penuh nuansa spiritual. Tak hanya sekadar seremoni, kegiatan ini menjadi ruang refleksi bersama akan arti kemerdekaan di tengah dinamika zaman modern.
Acara kemudian dilanjutkan dengan doa bersama untuk para syuhada bangsa, serta penampilan seni budaya dari santri-santri, mulai dari hadrah, puisi kemerdekaan, hingga drama teatrikal perjuangan. Semuanya mencerminkan nilai-nilai pesantren yang membumi, religius, dan nasionalis.
Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Huda menyampaikan harapannya agar momentum ini tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, tetapi menjadi api yang menyalakan semangat perjuangan baru di kalangan generasi muda pesantren, yang tidak hanya alim dalam agama, tetapi juga tangguh sebagai pemimpin masa depan Indonesia.
Editor : Ridwan Agustian










