Oleh: Muhamad Sa’dan
Ketidakadilan di mana pun adalah ancaman bagi keadilan di mana pun, Kritik bukanlah pisau yang melukai, melainkan cahaya yang menyingkap gelap. Ia lahir dari keresahan, dari cinta yang tak ingin bangsa ini berjalan ke jurang kebinasaan. Justru karena cinta itulah, rakyat berani menyuarakan luka. Sebab diam hanya akan melahirkan generasi yang terbiasa tunduk, terbiasa pasrah, terbiasa mati perlahan di bawah beban ketidakadilan.

Namun di negeri ini, kritik kerap dianggap dosa. Mereka yang berteriak menuntut kebenaran dicap pengkhianat. Mereka yang menulis keresahan dituduh penyebar kebencian. Padahal, seperti kata Soren Kierkegaard “Kebebasan bukanlah kebebasan untuk berbohong, melainkan kebebasan untuk mengatakan kebenaran.” Apa jadinya sebuah bangsa jika kebenaran justru dibungkam?
Kritik adalah nyanyian jiwa yang menolak tunduk pada kepalsuan. Ia adalah jeritan dari hati yang patah melihat rakyat miskin terus diperas, sementara istana dipenuhi pesta dan kemewahan. Ia adalah air mata seorang ibu yang tak mampu membayar sekolah anaknya, sekaligus teriakan mahasiswa yang tak rela masa depan bangsanya dijual murah oleh segelintir penguasa.
“Beranilah menggunakan pikiranmu sendiri.” Immanuel Kant pernah menulis begitu. Dan bukankah kritik adalah wujud keberanian akal yang menolak diperbudak? Mereka yang berani mengkritik sesungguhnya bukan ingin merusak, melainkan ingin menjaga agar bangsa ini tetap waras, tetap jujur pada luka yang ada.
Cinta pada negeri bukanlah diam, bukan sekadar menyanyi lagu kebangsaan dengan dada membusung, bukan hanya berdiri tegak di depan bendera. Cinta pada negeri adalah keberanian menegur, keberanian menuntut, keberanian mengatakan bahwa ketika ada yang salah, dan kita harus memperbaikinya. Karena seperti kata Plato “Diam terhadap kejahatan sama saja dengan ikut serta di dalamnya.”
Maka, jangan salah pahami. Kritik bukanlah racun, melainkan obat pahit yang menyembuhkan. Kritik bukanlah dosa, melainkan doa agar negeri ini selamat. Kritik adalah cinta cinta yang tak ingin bangsa ini tumbang hanya karena terlalu sibuk memuji diri sendiri.
Wallahua’lam bissowab












